Author : Wahyu Rizky Nugroho
Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang signifikan dalam kasus No. 26/PUU-XXI/2023. Putusan ini menentukan bahwa pengadilan pajak yang sebelumnya berada di bawah Kementerian Keuangan akan beralih ke Mahkamah Agung. Keputusan ini diatur dalam ketentuan bahwa “Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026.”
Permohonan Judicial Review diajukan oleh Nurhidayat terhadap Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak). Pasal tersebut mengatur tentang pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak yang saat ini dilakukan oleh Departemen Keuangan.
Pemohon berpendapat bahwa ketentuan ini bertentangan secara bersyarat dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945), yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Selain itu, Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang independen untuk menyelenggarakan peradilan demi menerapkan hukum dan keadilan. Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945 juga menegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, termasuk Mahkamah Konstitusi. Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 juga memberikan hak setiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Saat ini Pengadilan Pajak beroperasi dalam sistem “dua atap” yang terdiri dari Mahkamah Agung dan Kementerian Keuangan. Sistem ini menjadi satu sengketa dalam permohonan Judicial Review ini. Sistem tersebut mengakibatkan Pengadilan Pajak tidak memiliki kebebasan yang sepenuhnya dan tidak independen sebagai lembaga peradilan dalam negara hukum.
Pengadilan Pajak sebagai lembaga yudisial, berfungsi mengadili dan menyelesaikan sengketa baik antara warga negara maupun antara warga negara dengan negara. Pengadilan Pajak adalah hasil dari penerapan prinsip negara hukum, di mana setiap sengketa di dalam negara harus diselesaikan sesuai dengan hukum (due process of law) melalui lembaga peradilan yang independen dan berintegritas.
Putusan MK No. 26/PUU-XXI/2023 ini memiliki dampak yang signifikan bagi Pengadilan Pajak di Indonesia. Pengalihan pembinaan Pengadilan Pajak di bawah Mahkamah Agung akan membuat lembaga peradilan pajak lebih independen dan bebas dari pengaruh pemerintah. Dengan demikian, sistem pembinaan “satu atap” akan diterapkan di bawah Mahkamah Agung.
Dalam sistem “satu atap”, akan memperkuat integritas dan independensi lembaga peradilan pajak. Pengadilan Pajak akan memiliki kebebasan yang lebih besar dalam memutuskan sengketa tanpa adanya tekanan atau pengaruh dari pihak lain, termasuk pemerintah. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan pajak dan memastikan bahwa keputusan yang diambil didasarkan pada pertimbangan hukum yang objektif.
Selain itu, adanya perubahan ini juga dapat mendorong pemerintah untuk terus melakukan reformasi perpajakan, memperbaiki kebijakan pajak yang tidak efektif, dan meningkatkan pelayanan perpajakan secara keseluruhan. Dengan demikian, Indonesia dapat memperkuat sistem perpajakan yang lebih baik dan dapat mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Tag: Artikel, Berita, Konsultan Pajak